Keselamatan kerja adalah
keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja bersasaran segala tempat kerja, baik di
darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara.
Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti
pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, pekerjaan umum, jasa, dan
lain-lain. Salah satu aspek penting sasaran keselamatan kerja mengingat resiko
bahayanya adalah penerapan teknologi, terutama teknologi yang lebih maju dan
mutakhir. Keselamatan kerja tentunya memiliki tujuan. Berikut adalah tujuan
keselamatan kerja (Suma’mur, 1981) :
1. Melindungi tenaga kerja
atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2.
Menjamin keselamatan
setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3.
Sumber produksi
dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Perlindungan tenaga kerja
meliputi aspek-aspek yang cukup luas, yaitu perlindungan keselamatan,
kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja
secara aman melakukan pekerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional. Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari
berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu
dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya (Suma’mur, 1981).
Keselamatan kerja juga memiliki
latar belakang sosial-ekonomis dan kultural yang sangat luas. Tingkat
pendidikan, latar belakang kehidupan yang luas, seperti kebiasaan-kebiasaan,
kepercayaan-kepercayaan dan lain-lain erat berkaitan dengan pelaksanaan
keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan satu bagian dari keselamatan
pada umumnya. Masyarakat harus dibina penghayatan keselamatannya ke arah yang
jauh lebih tinggi (Suma’mur, 1981).
Kecelakaan adalah kejadian yang tak
terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga, oleh karena di belakang peristiwa
itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.
Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi
dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam
hal ini, terdapat dua permasalahan penting yaitu (Suma’mur, 1981):
1.
Kecelakaan adalah akibat
langsung pekerjaan, atau
2.
Kecelakaan terjadi pada
saat pekerjaan sedang dilakukan.
Kadang-kadang kecelakaan
akibat kerja diperluas ruang lingkupnya, sehingga meliputi juga
kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau
transpor ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan-kecelakaan di rumah atau waktu
rekreasi atau cuti, dan lain-lain adalah di luar makna kecelakaan akibat kerja,
sekalipun pencegahannya sering dimasukan program keselamatan perusahaan.
Kecelakaan-kecelakaan demikian termasuk kepada kecelakaan umum hanya saja
menimpa tenaga kerja di luar pekerjaannya. Terdapat tiga kelompok kecelakaan
(Suma’mur, 1981) :
1.
Kecelakaan akibat kerja
di perusahaan,
2.
Kecelakaan lalu lintas,
3.
Kecelakaan di rumah.
Bahaya pekerjaan adalah
faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan.
Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum
mendatangkan kecelakaan. Jika kecelakaan telah terjadi maka bahaya tersebut
sebagai bahaya nyata. Jenis kerugian kecelakaan kerja ada lima jenis yaitu
(Suma’mur, 1981) :
1.
Kerusakan,
2.
Kekacauan organisasi,
3.
Keluhan dan kesedihan,
4.
Kelainan dan cacat,
5.
Kematian.
Kerugian tersebut dapat
diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan bagi terjadinya kecelakaan.
Kecelakaan besar dengan kerugian besar biasanya dilaporkan, sedangkan
kecelakaan-kecelakaan kecil tidak dilaporkan. Padahal biasanya peristiwa
kecelakaan kecil adalah 10 kali kejadian kecelakaan besar. Maka dari itu, kecelakaan
kecil menyebabkan kerugian yang besar pula, bila dijumlahkan secara
keseluruhan. Terdapat beberapa klasifikasi kecelakaan akibat kerja. Klasifikasi
kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional tahun 1962
adalah sebagai berikut (Suma’mur, 1981) :
1. Klasifikasi menurut jenis
kecelakaan : terjatuh, tertimpa benda jatuh, terjepit oleh benda, pengaruh suhu
tinggi, terkena arus listrik, dan lain-lain.
2. Klasifikasi menurut
penyebab : mesin, alat angkut, alat angkat, peralatan lain, bahan dan zat
radiasi, lingkungan kerja, penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut.
3. Klasifikasi menurut sifat
luka atau kelainan : patah tulang, amputasi, luka bakar, pengaruh radiasi, dan
lain-lain.
4. Klasifikasi menurut letak
kelainan atau luka di tubuh : kepala, leher, badan, kelainan umum, letak lain
yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi tersebut yang
bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan bahwa kecelakaan akibat kerja
jarang sekali disebabkan oleh sesuatu, melainkan oleh berbagai faktor. Setiap
kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kecelakaan kerja disebabkan oleh dua golongan
penyebab, yaitu (Suma’mur, 1981) :
1.
Tindak perbuatan manusia
yang tidak memenuhi standar keselamatan, dan
2.
Keadaan-keadaan lingkungan
yang tidak aman.
Berdasarkan penyelidikan
ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu
ditemui dari hasil penelitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian
atau kesalahan manusia. Kesalahan tersebut mungkin saja dibuat oleh perencana
pabrik, oleh kontraktor yang membangunnya, pembuat mesin-mesin, pengusaha,
insinyur, ahli kimia, ahli listrik dan petugas yang melakukan pemeliharaan
mesin dan peralatan. Upaya untuk mencari sebab kecelakaan disebut analisa sebab
kecelakaan. Analisa ini dilakukan dengan mengadakan penyelidikan atau
pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan. Kecelakaan harus secara tepat dan
jelas diketahui, bagaimana dan mengapa terjadi. Hanya pernyataan bahwa
kecelakaan dikarenakan oleh misalnya alat kerja atau tertimpa benda jatuh
tidaklah cukup, melainkan perlu adanya kejelasan tentang serentetan peristiwa
atau faktor-faktor yang terjadi dan akhirnya menjadi penyebab kecelakaan.
Beberapa kecelakaan dapat dicegah. Kecelakaan-kecelakaan tersebut dapat dicegah
dengan cara sebagai berikut (Suma’mur, 1981):
1. Peraturan perundangan,
yaitu ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya,
perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, latihan dan
pemeriksaan kesehatan.
2. Standardisasi, yaitu
penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai
konstruksi yang memenuhi syarat-syarat keselamatan dan alat-alat perlindungan
diri.
3. Pengawasan, yaitu
pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang
diwajibkan.
4. Penelitian bersifat
teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, pengujian alat
perlindungan diri, dan desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan
peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yaitu meliputi
penelitian mengenai efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor lingkungan
dan teknologis.
6. Penelitian psikologis,
yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.
7. Penelitian secara
statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya dan
apa penyebabnya.
8. Pendidikan, yang
menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah-sekolah
perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
9. Latihan-latihan, yaitu
latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru dalam
keselamatan kerja.
10. Penggairahan,
yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan
sikap untuk selamat.
11. Asuransi,
yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya
dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan.
12. Usaha
keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif
tidaknya penerapan keselamatan kerja.
13. Faktor
manusia dalam kecelakaan merupakan konsepsi klasik dalam usaha keselamatan
kerja dan pencegahan kecelakaan akibat kerja. Pada pelaksanaannya terdapat
beberapa pendekatan. Pendekatan pertama berkaitan dengan ciri-ciri psikologis,
fisik dan kelainan-kelainan faal perseorangan yang cenderung mempunyai pengaruh
terhadap kecelakaan. Pendekatan kedua berhubungan dengan faktor-faktor rasa
atau emosi. Pendekatan ketiga atau merupakan cara pendekatan akhir-akhir ini
bersangkutan dengan faktor-faktor manusiawi yang dikaitkan terhadap situasi
pekerjaan. Pendekatan keempat cenderung untuk menilai bagaimana tingkat
keserasian tenaga kerja terhadap proses pekerjaan (Suma’mur, 1981).
14. Pada
suatu tempat kerja, hanya sejumlah kecil tenaga kerja mengalami persentase
kecelakaan yang tinggi. Tenaga kerja tersebut dipandang sebagai cenderung untuk
mengalami kecelakaan. Statistik kecelakaan menyatakan bahwa 10-25% tenaga kerja
terlibat dalam 55-85% dari seluruh kecelakaan. Fakta bahwa seorang tenaga kerja
mengalami kecelakaan tidak perlu berarti bahwa ia cenderung untuk mengalami
kecelakaan. Mungkin saja di belakang faktor tersebut terdapat kenyataan bahwa
tenaga kerja yang dimaksud adalah satu-satunya orang yang harus bekerja pada
proses atau mesin yang relatif berbahaya sedangkan tindakan-tindakan pengamanan
tidak dilakukan dengan memadai (Suma’mur, 1981).
Penerapan K3 bertujuan
untuk mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya
kecelakaan (Silalahi, 1995). Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian
secara cermat dilakukan atau tidak. Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja
adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002) :
1. Setiap pegawai mendapat
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan
psikologis.
2.
Setiap perlengkapan dan
peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya.
3.
Semua hasil produksi
dipelihara keamanannya.
4.
Adanya jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5.
Meningkatkan kegairahan,
keserasian kerja dan pastisipasi kerja.
6.
Terhindar dari gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
7.
Setiap pegawai merasa
aman dan terlindungi dalam bekerja.
Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Faktor tersebut diantaranya yaitu
faktor fisika (kebisingan, iklim kerja, ventilasi, penerangan dan getaran),
faktor kimia (debu, gas, uap, asap, dan kabut), faktor biologi (virus, bakteri,
jamur, parasit dan serangga), faktor ergonomi (tenaga terlalu dipaksakan,
berdiri lama, salah gerakan, angkat beban terlalu berat dan pekerjaan monoton)
serta faktor psikologis (hubungan dengan orang, pekerjaan dan lingkungan
kerja). Efek negatif akibat kebisingan yaitu dapat menimbulkan trauma akustik
atau kerusakan gendang telinga secara mendadak karena energi suara yang
berlebihan, ketulian sementara, ketulian permanen, gangguan komunikasi dan
gangguan psikologi. Kebisingan dapat diatasi dengan beberapa cara antara lain,
desain mesin yang baik, pengoperasian alat sesuai dengan kemampuan mesin, perawatan
mesin secara teratur serta penggunaan Alat Pelindung Diri seperti sumbat
telinga (Mangkunegara, 2002).
Efek negatif yang
ditimbulkan akibat iklim kerja yang buruk yaitu otot kejang dan sakit, tubuh
kehilangan cairan dan elektrolit, jantung berdebar, nafas pendek dan cepat,
tekanan darah naik atau turun, suhu badan tinggi dan hilang kesadaran.
Pengendalian tekanan yang panas dapat dilakukan dengan cara isolasi sumber
panas, membuat ventilasi udara, penyediaan air minum dalam jumlah yang memadai,
dan pengaturan lamanya kerja dan istirahat. Efek negatif yang ditimbulkan
akibat penerangan yang buruk yaitu kelelahan mata, berkurangnya daya serta
efisiensi, kelemahan mental, pegal di sekitar mata, rasa sakit kepala di
sekitar mata, kerusakan indra mata dan mengakibatkan kecelakaan. Penerangan
yang baik adalah penerangan yang tidak menyilaukan, tidak menimbulkan panas
berlebih, tidak menghasilkan gas, tidak menimbulkan bayangan kontras, dan
pencahayaan merata. Efek negatif yang ditimbulkan oleh getaran adalah kelainan
peredaran darah dan syaraf, serta kerusakan pada persendian dan tulang berupa
rasa nyeri sampai dengan mati rasa. Pengendalian getaran dapat dilakukan dengan
beberapa cara diantaranya pemasangan bantalan berupa karet pada mesin dan
peralatan, penggantian komponen mesin yang sudah aus serta penguatan baut atau
ikatan yang longgar (Mangkunegara, 2002).
Definisi alat pelindung
diri (APD) berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Per.08/Men/VII/2010 tentang alat pelindung diri, APD adalah
suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.
APD memiliki jenis dan fungsi, yaitu (Suma’mur, 1981) :
1. Alat pelindung kepala,
yaitu berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau
terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara,
terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan kimia, dan suhu yang ekstrim.
Jenis alat pelindung kepala adalah helm pengaman (safety helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman
rambut, dan lain-lain.
2. Alat pelindung mata dan
muka, yaitu berfungsi untuk melindungi muka dari paparan bahan kimia berbahaya,
percikan benda-benda kecil, panas, pancaran cahaya dan pukulan benda keras atau
benda tajam. Jenis alat pelindung mata dan muka yaitu kacamata pengaman (spectacles), tameng muka (face shield), masker selam, dan full face masker.
3. Alat pelindung telinga,
yaitu berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan dan
tekanan. Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug) dan penutup telinga (ear muff).